sea

sea
java sea

Kamis, 27 September 2012

LANGKAH MEMAHAMI PROSA

Langkah memahami prosa Memahami fiksa-baik itu cerpen, novel, maupun buku baca-; hakikatnya memahami unsur yang memangunnya. Unsur pembangun fiksi yang tetap mencakup: (1) tema, (2) plot, (3) setting, (4) tokoh dan penokohan, (5) point of view, (6) bahasa dan style, dan (7) pesan. Unsur ini merupakan unsur intrinsic sebuah fiksi. Entrinsikalitas prosa fiksi itu sendiri mencakup (1) pendidikan, (2) sosial budaya,(3) sosial masyarakat, (4) politik, (5) ekonomi, (6) adat, (7) filsafat, (8) ilmu pengetahuan, dan seterusnya. A.PENGANTAR RASIONALISASI 1.Memahami Booming Fiksi Para remaja kita, terhenyak dengan kehadiran novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman dan Lascar Pelangi karya Andrea Hirata. Mengapa tiba-tiba kedua novel ini mendapat tempat dihati masyarakat? Sebelumnya, remaja perkotaan dan sebagian kota kecil seperti terhipnotis dengan novel Harry Potter karya JK. Rowling mengapa novel-novel Indonesia yang serius tidak memiliki suspensi seperti ketiga novel diatas?. Pertama, ketiga novel tersebut berkelindan dalam kemasan kapitalisasi. Artinya, pemasran ketiga novel itu didukung oleh, kekuatan media besar yang luar biasa. Kedua, ketiga cerpen tersebut mau tidak mau bergulat di wilayah bawah sadar masyarakat. Ayat-Ayat Cinta sejak awal pengarangnya memang membidik pembaca muhammadiyah yang jumlahnya sekitar 40 juta penduduk. Sementara, Laskar Pelangi menyuguhkan romantisme hidup dunia pendidikan yang nyaris menjadi bagian terbesar bangsa Indonesia. Sebuah balutan kemiskinan, heroisme seorang guru perempuan yang mempunyai etos dan keuletan di satu sisi dan di satu sisi lainnya sekelompok pelajar yang kemudian berhasil berpijar. Sementara, Harry Potter, bercerita tentang kompleksitas hidup yang nyaris lebih sempurna: cinta, mitos, persahabatan, petualangan, perjuangan, kecerdikan, humanitas, dan seterusnya. Ketiga, novel ini difilmkan dengan media film, maka budaya keterbacaan diterobos , artinya mereka yang tidak suka membaca bias menonton, dan lebih dari itu. Nah sebenarnya ada potensi besar dengan keberadaan booming novel-novel itu. Mestinya dapat dioptimalkan oleh komponen dunia pendidikan untuk mendekatkan dunia apresiasi di kalangan pelajar. Kelemahannya, kecendrungan guru tidak lebur dalam budaya massa yang sesungguhnya berpotensi meningkatkan ketajaman hati, kelembutan rasa, dan kekokohan kemanusian kita. 2.Mengenal Fiksi Sebagai Fakta Imajinasi Sebagaimana galib disadari bahwa fiksi ada potret realita sosial maka membacanya sesungguhnya mengamati realita sosial itu sendiri. Dalam teori sastra dikenal adanya teori mimesis, bahwa karya sastra itu merupakan tiruan dari kejadian reallita sosial. Sementara itu, teori memandang bhawa pengarang dengan pergulatannya dalam realita itu memiliki kesan kemudian bersikap dan berekspresi. Pengarang menyurakan letupan batin terkit dengan kenyatan sosial. Dengan logika demikian maka membaca prosa fiksi tentunya kita akan bergulat dengan sejumlah nilai yang akan memperkaya imajinasi. Kita pernah membaca Layar Terkembang dan Siti Nurbaya, Layar Terkembang adalah sebuah potret realita masa perjuangan dengan gerakan sosial. Sementara Siti Nurbaya potret kekuatan adat yang memberangus cinta seoranng Siti Nurbaya. Kedua novel itu berbicara makna, nilai, dan pesan-pesan terpenting dalam kehidupan dunia kehidupan.kesalahan selama ini, pelajar tidak didekatkan, tetapi di hafalkan. Jarang secara subsitantif merefleksikan realitasosial dengan membandingakan dengan dokumen sejarah misalnya, membongkar Layar Terkembang dari sudut remaja untuk menggali makna kehidupan. 3.Hindarkan kognifikasi prosa Seiring pembelajaran prosa fiksi di sekolah terjebak pada kognifikasi. Artinya, pembelajaran satra tidak melibatkan emosi, empati, dan imajinasi. Apa cerpen itu? Banyak pengertian yang dikemukakan para ahli yang dapat didiskusikan. Mochtar Lubis bilang, bahwa yang dimaksudkan cerita pendek itu memiliki parameter berikut (i) ia harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai penghidupan, baik langsung maupun tidak langsung, (ii) ia harus menimbulkan suatu hempasan dalam ppikiran pembaca, (iii) ia harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa pembaca mereka terasa terharu oleh jalan cerita, (iv) ia harus mengandung perincian dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja, dan yang menimbulkan pertanyaan –pertanyaan dalam pikiran pembca. Hb. Jassin bilang, cerita pendek itu harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian , dan penyelesian. The Liang Gie dan Widyamartayabilang, cerita pendek itu merupakan cerita khayali berbentuk prosa yang pendek, biasanya dibawah 10.000 kata, bertujuan menghasilkan kesan kuat dan mengandung unsure-unsur drama. Sedangkan menurut Mohammad Diponegoro cerita pendek itu (1) harus pendek, seberapa? Sekali duduk, antri karcis, dan menunggu teman misalnya; (2) cerpen itu mengalir dalam arus untuk menciptakan efek tunggal dan unik; (3) cerita pendek harus ketat dan padat; (4) cerpen itu harus menimbulakan kesan yang selesai, tidak lagi mengusik dan menggoda. Untuk itulah, berikut diungkapkan langkah-langkah praktis apresiasi yang lebbih menekan pada proses pergulatan. Langkah-langkah yang bukan sebuah hierakhis jejak tetapi peta untuk menemukan isi, nilai, dan pesan sebuah karya fiksi. Belum banyak buku yang menyuguhkan teknik ini kalau tak mau dibilang langka keberadaanya. Karena itu, langkah-langkah ini menjadi penting unutk dipikirkan.

2 komentar: